Masyarakat Islam hidup dengan berpegang pada prinsip yang sudah tertulis dalam Kitabullah. Kitabullah mengatur tata cara umat Islam dalam bermasyarakat, salah satu bahasan menarik untuk didiskusikan adalah ekonomi Islam. Menilik dari catatan sejarah pemikiran ekonomi Islam, praktik ini bermula dari Nabi Muhammad SAW. Kemudian diwariskan kepada khalifah dan cendekiawan muslim generasi berikutnya.
Nabi Muhammad SAW adalah seorang pedagang yang terkenal dengan kejujurannya. Nilai-nilai yang beliau ajarkan dalam perdagangan inilah yang kemudian menjadi landasan dalam berkembangnya pemikiran ekonomi Islam.
Definisi ekonomi Islam sendiri adalah sistem ekonomi yang praktiknya sejalan dengan aturan dan syariat Islam. Apakah sistem seperti ini dapat diterima begitu saja dengan mudah?
Tentu saja tidak. Sekalipun berlandaskan kepada ajaran Nabi Muhammad SAW, ekonomi Islam beberapa kali mengalami kemajuan juga kemunduran. Banyak sekali gejolak dan polemik yang terjadi sebagai dukungan juga penolakan terhadap sistem ini. Supaya lebih jelas, mari mempelajari sejarah pemikiran ekonomi Islam berikut ini.
Bagaimana Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Pada Mulanya?
Sejarah pemikiran ekonomi Islam bermula sejak era Nabi Muhammad SAW. Puncak kejayaannya ada pada abad ke-6 masehi hingga abad ke-13 masehi. Pada masa itu, praktik ekonomi Islam berkembang cepat, tidak hanya di kota Mekkah dan Madinah saja, tapi merambah ke berbagai belahan dunia lain.
Indonesia sendiri mengenal pemikiran ekonomi Islam saat Islam masuk ke Indonesia pertama kalinya melalui saudagar dari Arab, Persia juga India. Perkembangan ekonomi Islam di Indonesia kian pesat saat kelompok Sarekat Dagang Islam (SDI) muncul pada tahun 1912.
SDI memiliki tujuan untuk membela pedagang-pedagang muslim yang menghadapai persaingan dari pegadang China di industri Batik Jawa Tengah pada saat itu. Bermula di Jawa Tengah, SDI kemudian melebarkan sayapnya setelah berubah nama menjadi Sarekat Islam (SI) pada tahun 1914.
Setelah berubah nama, tujuan dari SI juga berubah. Dibawah kepemimpinan Tjokroaminoto, SI dikenal sebagai organisasi yang turut dalam perlawanan kepada Belanda.
Fase Pemikiran Ekonomi Islam Mulai dari Rasulullah SAW Hingga Khulafaur Rasyidin
Sarasehan.com telah menelusuri bahwa praktik ekonomi Islam berasal dari Rasulullah SAW, berlanjut kepada khulafaur rasyidin, kemudian kepada cendekiawan Islam hingga berkembang pesat seperti sekarang. Pada masa kepemimpinan Rasulullah SAW, pemikiran ekonomi Islam fokus pada beberapa hal.
Pertama, Islam mengakui kepemilikan pribadi, bahwa setiap muslim memiliki tanggung jawab untuk mencari nafkah yang halal dan dengan cara-cara yang adil. Kemudian, Rasulullah SAW juga mencetuskan larangan riba, serta menentang keras praktik perdagangan yang tidak adil.
Setelah Rasulullah SAW wafat, kepemimpinan beralih kepada khulafaur rasyidin, yang pertama adalah khalifah Abu Bakar. Pemikiran ekonomi Islam yang berkembang pada fase ini adalah perhitungan zakat. Pada fase inilah muncul kebijakan pemerataan dalam pembagian zakat dan harta Baitul Mal kepada para sahabat juga masyarakat Islam.
Selanjutnya, kepemimpinan Islam berpindah tangan dari khalifah Abu Bakar kepada Umar Bin Khattab. Pada masa khalifah Umar, ada tiga pemikiran utama yang berkembang, yaitu; membentuk lembaga Baitul Mal sebagai pelaksana kebijakan fiskal negara Islam.
Baitul Mal ini dipimpin oleh khalifah. Pemikiran kedua adalah penetapan pajak kepemilikan tanah (kharaj), dan terakhir kebijakan zakat.
Setelah kepemimpinan khalifah Umar berakhir, pemikiran ekonomi Islam terus berkembang bersama kepemimpinan khalifah Utsman. Khalifah Utsman fokus dalam menata dan mengembangkan sistem ekonomi Islam dengan menjalin kontrak dagang. Kemudian meneruskan sistem pemberian bantuan dan santunan harta kepada masyarakat.
Terakhir pada masa pemerintahan khalifah Ali Bin Abi Thalib. Pemikiran yang berkembang adalah penetapan pajak sebesar 4000 dirham kepada pemilik hutan. Kemudian mengizinkan Ibnu Abbas, Gubernur Kufah untuk memungut pajak terhadap jenis sayuran untuk bumbu masakan.
Setelah berakhir masa kepemimpinan khulafaur rasyidin, pemikiran ekonomi Islam dikembangkan oleh cendekiawan-cendekiawan muslim. Beberapa cendekiawan muslim yang tercatat dalam sejarah pemikiran ekonomi Islam klasik adalah Al Ghazali, Ibnu Taimiyyah, dan Ibnu Khaldun.
Memahami Prinsip dan Praktik Ekonomi Islam
Prinsip dan praktik ekonomi Islam mengatur segala hal yang berkaitan dengan syariat Islam dalam kegiatan ekonomi. Hal ini meliputi kegiatan jual beli, barter, dan juga hutang piutang.
Dalam ekonomi Islam, ada sejumlah prinsip yang harus dipegang teguh, hal ini kemudian dikenal sebagai prinsip muamalah. Prinsip muamalah tersebut adalah sebagai berikut.
1. Larangan Praktik Riba
Praktik ekonomi Islam melarang semua kegiatan ekonomi yang mengandung riba. Baik itu jual beli, ataupun hutang piutang. Larangan praktik riba ini turun langsung dari Allah SWT yang tertulis dalam Kitabullah.
Salah satu contoh praktik riba yang berlangsung saat ini adalah memberikan pinjaman atau hutang kepada seseorang, kemudian menetapkan bunga. Praktik demikian hukumnya haram, namun menjadi hal lumrah dalam kehidupan modern saat ini.
2. Larangan Menggunakan Cara yang Batil atau Salah
Prinsip muamalah Islam yang kedua adalah larangan menggunakan cara-cara yang batil dalam kegiatan ekonomi. Praktik ekonomi yang diajarkan Islam harus atas dasar suka sama suka, saling menguntungkan kedua belah pihak. Apabila suatu praktik jual beli merugikan salah satu pihak, maka cara tersebut salah menurut Al-Qur’an.
3. Larangan Menggunakan Cara yang Zalim
Zalim dalam melaksanakan praktik muamalah adalah larangan yang tertulis dalam hadits. Contoh praktik muamalah dengan cara yang zalim adalah tidak jujur, menipu, tidak bertanggung jawab, saling menghina dan masih banyak lainnya.
4. Larangan Curang dalam Timbangan, Takaran, Kehalalan dan Kualitas
Larangan curang dalam timbangan atau takaran secara tegas Allah SWT sebutkan dalam Al-Qur’an surah Al Mutaffifin. Ganjaran bagi mereka yang melakukan kecurangan adalah celaka, begitu dalam surah Al Mutaffifin.
5. Larangan Praktik Judi
Selain berlaku curang, prinsip muamalah Islam juga melarang adanya praktik judi dan spekulasi.
6. Larangan Menjual Barang-Barang Haram
Terakhir, prinsip muamalah Islam juga mengatur larangan bagi umat muslim untuk menjual barang-barang haram. Banyak sekali contoh barang haram yang menyesatkan umat manusia, contohnya adalah minuman keras, narkoba, dan masih banyak lainnya.
Sejarah pemikiran ekonomi Islam yang bermula dari masa Rasulullah SAW telah mengalami banyak kemajuan dan kemunduran hingga kini. Praktik ekonomi ini masih berlangsung hingga kini, khususnya di Indonesia.
Banyak masyarakat muslim modern memiliki kesadaran akan pentingnya mengikuti prinsip-prinsip muamalah supaya terhindar dari dosa dan ganjaran celaka dari Allah SWT.
Pria kelahiran Bantul, suka menulis sejak kuliah. Hobi banget menekuni tentang wawasan keislaman, teknologi dan wisata. Saat ini aktif di berbagai organisasi salah satunya di Nur Ramadhan.